Oleh: Dr. Ir. Manerep Pasaribu
Big data (data besar, data raksasa) relatif baru buat kita baik aplikasi pada bisnis, politik,
sosial maupun kesehatan (health). Sumber-sumber dari big data berawal dari media
sosial (Facebook, Google, Instagram, Twitter, dll), smartphones, interaksi sosial, sensor
(IoT), web/online interaction, algoritma, machine learning, cloud computing, transaksi
pembayaran, dll.
Covid-19 dan Big Data
Saat ini dunia menghadapi perkara besar dengan merebaknya virus corona (Covid-19)
secara global. Hampir semua negara khawatir dengan kehadiran Covid-19 dan setiap
negara membuat langkah yang optimal agar virus ini tidak merambah di seluruh wilayah
negara. Big data bisa menjadi salah satu solusi meminimalkan penyebaran Covid-19
tersebut. Kehadiran big data telah berkembang penggunaannya untuk berbagai bidang
antara lain: bisnis, perbankan, asuransi, ramalan cuaca, kesehatan, utilitas listrik,
pendidikan yang lebih tinggi, layanan ritel dan belanja online, mesin pencari, media
sosial dll.
Kesehatan adalah satu bidang dimana big data memiliki potensi untuk melakukan
peningkatan dramatis dalam kualitas hidup. Meningkatnya ketersediaan big data dalam
jumlah yang besar dan kemampuan komputer (kecepatan dan kapasitas) yang
meningkat dengan cepat yang memungkinkan para pengguna/para peneliti membuat
terobosan seperti: memprediksi wabah penyakit seperti penyebaran Covid-19,
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang efektivitas dan efek samping obat,
mengembangkan perawatan khusus berdasarkan riwayat pasien (berbasis big data) dan
mengurangi biaya pengembangan perawatan perawatan baru.
Sementara itu layanan kesehatan berasal dari berbagai sumber antara lain: catatan
kesehatan masyarakat, database pemerintah, perusahaan asuransi, perusahaan
farmasi, riwayat kesehatan pasien dan alat pelacak pribadi.
Sedangkan manfaat potensil menggunakan Big Data dalam perawatan kesehatan adalah
(1). Meningkatnya kemampuan pasien untuk memantau perawatan mereka sendiri, (2).
Peningkatan kemampuan dokter untuk memilih perawatan terbaik bagi pasien, dan (3).
Pencocokan pasien yang lebih effisien dengan professional kesehatan yang sesuai.
Awal tahun 2020 ini penyebaran Virus Corona (Covid 19) telah mengglobal secara
massif di dunia. Penyebaran Covid-19 dimulai dari Wuhan (China). Pergerakan/mobilitas
manusia yang sangat tinggi menyebabkan negara lain ikut terpapar Covid-19 seperti
Korea Selatan, Jepang, Iran, UAS, Italia dan Eropa. Indonesia tidak terkecuali
mengalami hantaman luar biasa khususnya DKI. Saat ini ancaman kesehatan telah
menjadi kegalauan dan kegaduhan di negara kita.
Setiap negara memberlakukan tindakan pencegahan penyebaran Covid-19. Setiap
negara mempunyai strategi berbeda dengan tujuan yg sama mempersempit penyebaran
Covid-19. China dengan lockdown yang sangat ketat. Malaysia juga memberlakukan
lockdown di negaranya. Italia juga dengan lockdown sedikit lebih longgar. Hampir
sebagian besar negara memberlakukan lockdown dengan cara yang berbeda.
Indonesia dengan berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan ekonomi dan
geografis dengan menerapkan “social distancing” atau pembatasan sosial. Belakangan
WHO merevisi istilah pembatasan sosial (social distancing) menjadi physical distancing.
Penerapan social distancing/physical distancing sudah menjadi keputusan penting
Pemerintah RI dengan berbagai petunjuk pelaksanaan (SOP) yang sangat jelas. Strategi
pembatasan sosial diperlukan kesadaran dan kerjasama gotong-royong semua lapisan
untuk memperkecil penyebaran Covid-19.
Apakah sudah efektif pelaksanaan pembatasan sosial? Kami mengamati pelaksanaan
pembatasan sosial belum efektif, masih banyak yang perlu dibenahi. Indikatornya selama
belum berkurang penambahan kasus yg dilaporkan berarti pelaksanan pembatasan
sosial perlu disempurnakan. Data terakhir dari kasus penyebaran Covid-19 sesuai berita
resmi TVRI berkisar di atas 100 orang ( TVRI, 25 Maret 2020, pukul 16.00 WIB).
Meskipun sudah ada himbauan keras dari pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat,
pelaksanaan pembatasan sosial belum maksimal.
Diperlukan suatu “sistem yang jitu” yang dapat mengendalikan pelaksanaan pembatasan
sosial (social distancing) secara konsisten, online, untuk memantau orang per orang dan
melihat secara online aktivitas apa yang sedang dilaksanakan seseorang melalui aplikasi
dari sistem tadi yang berbasis big data (data besar), algoritma, machine learning dan
cloud computing.
Bagaimana cara kerja big data? Big data tahu banyak tentang diri Anda dan kita semua.
Hal ini melebihi dari apa yang Google tahu tentang apa yang kita lakukan. Posisi Anda
setiap saat, sedang pergi kemana, apakah di rumah, tempat kerja, atau beribadah. Big
data tahu tentang Anda, siapa teman-teman Anda, pergi berliburan ke mana, kota mana,
di hotel mana menginap dan restoran mana saja sering makan. Big data tahu usia Anda,
siapa teman/pacar (maaf yang belum berumah tangga), siapa suami, istri, dan anakanak.
Big data tahu apa yang menjadi kebiasaan Anda, olahraga apa, golf, tennis, dll.
Big data tahu apakah Anda sehat atau tidak saat ini. Big data tahu makanan kesukaan
Anda dan warna apa yang disukai. Singkatnya big data tahu secara keseluruhan hidup
Anda, sejarah Anda, dan rencana yang akan dilakukan ke depan. Sehingga tidak salah
jika Chris Lynch (2015) menyatakan bahwa big data adalah pondasi dari semua
kecenderungan (trend), pola (pattern) yang terjadi hari ini, besok, lusa, dan yang akan
datang. Selain itu algoritma dan machine learning merupakan tools yang dapat
mengolah, yang akan mengontrol setiap aspek kehidupan kita (Hendrik von Scheel –
Advisory Board Member, Google). Jembatan yang menghubungkan teknologi big data
dari sistem yang dibangun ke pengguna disebut aplikasi. Untuk memaksimalkan
pembatasan sosial maka big data dapat membantu untuk mengendalikan pelaksanaan.
Setiap orang dapat diketahui/dilacak (di-trace) apa yang sudah dilakukan, menentukan
posisi di rumah atau tempat kerja atau tempat lainnya. Big data juga bisa melacak apa
yang sedang dilakukan saat ini secara online. Ini sangat membantu pemerintah untuk
mengetahui apakah masyarakat/seseorang sudah melakukan pembatasan sosial sesuai
himbauan pemerintah atau belum. Di Inggris (UK) big data sudah digunakan untuk
melacak dan memastikan pergerakan/penyebaran Covid-19) sehingga dapat diciptakan
strategi apa yang bisa dilakukan untuk meminimalkan penyebaran Covid-19 tersebut. Di
Wuhan (China) dengan melacak (trace) seseorang tentang kegiatan apa yang sudah
dilakukan dapat menentukan status seseorang apakah terkena penyebaran Covid-19.
Sehingga dengan demikian big data tahu tentang kita, masa lalu kita, saat ini, dan yang
akan dilakukan besok.
Big data tentunya bukan segalanya. Meskipun kita terlambat memanfaatkan big data
sudah saatnya dimulai. Budaya big data dan digital perlu dipercepat dalam
mempersiapkan, menghadapi, dan meraih revolusi industry 4.0 karena kita sudah hidup
di era big data dan digital. Kita anggap Covid-19 ini sebagai trigger untuk meraih
kesempatan (opportunity) untuk meraih revolusi industry 4.0.
Disisi lainnya perlu ada kejujuran dan gotong-royong di semua lapisan masyarakat untuk
memanfaatkan big data secara optimal. Karena apa yg kita lakukan dapat dengan
mudah dilacak dengan big data seberapa besar kontribusi kita dalam melaksanakan
pembatasan sosial sesuai anjuran pemerintah.
Langkah konkritnya Pemerintah perlu membangun suatu sistem yang benar-benar dapat
dilaksanakan langkah-langkah yang sederhana. Termasuk model operasionalnya. Dari
sistem dan model operasional dibangun aplikasi sebagai jembatan kepada pengguna
(masyarakat) dengan smartphone yang sudah dimiliki oleh hampir semua masyarakat di
Indonesia. Dengan aplikasi ini masyarakat akan mudah melaporkan keadaan yang
meraka hadapi dan Pemerintah akan dapat segera membuat keputusan tindakan yang
akan dilakukan terhadap penyebaran Covid-19 ini, dan Indonesia kembali bekerja untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur.
Semoga bermanfaat…
Dr. Ir. Manerep Pasaribu, Staff Ahli Presiden Komisaris NT Corp, Ketua Dewan Pengawas Yayasan Universitas HKBP Nommensen, Pengajar Pascasarjana dan Magister Manajemen FEBUI mata ajaran Strategic Management, Knowledge Management, dan Innovation Management. Penulis 4 buku mata ajaran di atas tentang knowledge dan innovation. Buku pertama, Knowledge Sharing: Meningkatkan Layanan Kinerja Perusahaan, Studi Kasus Best Practices Sharing di PT PLN (Persero), Januari 2010, Penerbit Gramedia-Jakarta; buku kedua, Best Practices dan BUMN, Melalui Sharing Best Practices BUMN Bisa Melayani Lebih Baik, April 2013, Penerbit Elex Media Komputindo; buku ketiga, Knowledge, Innovation, & Entrepreneurship, April 2016, Penerbit Kompas Gramedia-Jakarta; buku keempat, Big Data and Strategic Entrepreneurship, Oktober 2017, Penerbit Sonvaldy Media Nusantara-NT Corp; Seorang diver sejati dan menulis buku kelima, “My Underwater Journey… across the Indonesian Archipelago…” (2009) PT Malta Pritindo dan CV. Phototrend; e-mail: manerep_kupang@yahoo.co.id, mobile: +62 811 383861.