STRATEGI & TRANSFORMASI DIGITAL

Upcoming Book Releases

OLEH : Dr. Ir. Manerep Pasaribu & Albert Widjaja, MBA., Ph.D
Industri sekarang ini yang memotori perekonomian digerakkan oleh otomatisasi mesin dan proses kerjanya, atau yang disebut industri 3.0. Namun dengan kemajuan teknologi aplikasi digital yang pesat belakangan ini; maka perusahaan manufaktur, perusahaan energi serta pemasok bahan baku telah menerapkan pentasan/panggung digitisasi yang mengandung berbagai potensi dan manfaat, sehingga saat ini terobosan tersebut dinamakan revolusi industri 4.0. Hampir semua negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, China, dan Jepang, serta berbagai organisasi atau lembaga telah berbenah dan memperkuat perekonomian dan sistem kehidupan masyarakat dengan teknologi digitisasi, untuk menciptakan kinerja yang prima di segala bidang kehidupan. Indonesia juga dengan prakarsa Presiden Jokowi telah dengan cepat memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut, untuk memajukan masyarakat Indonesia serta industrinya.
Gelombang baru infrastruktur digital tersebut yang berpotensi mentransformasi perekonomian dan kegiatan masyarakat, intinya adalah kekuatan yang digerakkan dari sensor penangkap dan analitik logika elektronik penata, dipadukan oleh “the internet of things” atau apapun terkaitkan atau diambil dengan internet, serta disimpan pada perangkat lunak “cloud” sebagai gudang maya yang menyimpan data serta foto dan video. Proses maya yang sangat mempermudah dan mempercepat kegiatan manusia tersebut dinamakan sebagai “smart infrastructure”.
Sistem digital tersebut membuat kegiatan bisnis, seperti industri manufaktur, industri energi serta logistik, social media, menjadi makin efisien, hemat dan cepat, serta membantu penjajakan inovasi dalam bentuk berbagai versi produk baru, sehingga mempermudah menyesuaikan dengan permintaan konsumen yang beragam. Platform atau infrastruktur digital ini secara cepat dimanfaatkan oleh banyak perusahaan besar seperti Mercedes Benz, yang mampu menyediakan berbagai model kendaraan bermotor kepada konsumen dunia.
Dari revolusi industri 4.0 tersebut telah mentransformasi perilaku masyarakat, yang dipicu oleh 5 trend dari teknologi informasi (TI), yaitu: Big Data (akses sekejab pada informasi apapun), Media Sosial (penyiaran berita pribadi), Smartphone (konektivits pandai), Internet of Things, dan Cloud Computing. Saat ini berkembang terus secara menjamur di bidang Big Data Analytics, Artificial Intelligence, dan Super-Apps. Lima trend IT di atas sudah berada dalam semua aspek kehidupan kita yang bisa kita manfaatkan dengan baik dalam peningkatan kerja dan pelayanan, peningkatan produktivitas, dan juga dengan memberlakukan budaya digital (digital culture) kita dapat memacu peningkatan kapabilitas profesi kita, peningkatan daya saing (competitive advantage) perusahaan, serta peningkatan kinerja berbagai organisasi. Sebagai akibatnya, revolusi industry 4.0 meningkatkan pendapatan perusahaan, kenaikan gaji pegawai, kepuasan konsumen, serta kerjasama lebih baik dengan peretail dan pemasok.
Visi dan tataran digital economy pertama kali dicetuskan oleh Don TapsCott pada tahun 1995 dalam bukunya yang merupakan best seller: “The Digital Economy: Promise and Peril in the Age of Networked Intelligence”. Digital economy akan merubah cara orang melakukan bisnis serta interaksi pertukaran pasar, jasa transportasi, jasa kesehatan, pendidikan, dunia hiburan, bahkan perilaku manusia itu sendiri.
Digital economy mengandung 3 motor utama: 1) Infrastuktur E-Business: Infrastruktur ekonomi yang menfasilitasi proses e-business dan menjalankan kegiatan e-commerce. Infrastruktur tersebut mencakup perangkat keras dan lunak, jaringan telekomunikasi, sumberdaya manusia capital (berpengetahuan) yang memakai e-business; 2) E-Business: proses yang dijalankan oleh organisasi bisnis dengan jaringan yang diragakan oleh computer; 3) E-Commerce: memindahkan barang dan jasa secara online antara pembeli dan penjual.
Di kalangan negera negara utama di dunia G-20, dunia usahanya telah mencipta investasi digital economy sebesar $4,2 triliun pada tahun 2016, memberi kontribusi sampai total 8% pada GDP, dan berdampak luas pada penciptaan lapangan kerja dan berujung pada penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Pada konteks digital economy di atas, buku ini akan menelusuri lebih mendalam tentang transformasi baru yang sedang dan akan berkembang pada perekonomian nasional. Pertama adalah revolusi industri merupakan peluang (opportunity) yang ada didepan kita yang perlu kita songsong dan raih untuk meningkatkan produktivitas dan effisiensi dalam mencapai keunggulan daya saing produk Bangsa Indonesia. Kedua adalah Strategi Digital merupakan cara atau langkahlangkah yang lebih konkrit untuk mencapai tujuan organisasi dalam hal ini meuju “being digital”. Ketiga: Transformasi Digital merupakan proses yang harus dilalui menuju being digital.
Hal yang perlu diketahui bahwa Transformasi Digital ini sering organisasi terjebak dalam teknologi, sesungguhnya yang pertama perlu dilakukan adalah pemikiran perobahan system dari proses bisnis lama ke proses bisnis baru yang lebih produktif dan efisien. Keempat: Model Bisnis Digital merupakan ujung perjalanan being digital. Semua pemikiran dan rencana strategis dituangkan dalam bisnis model yang berbasis digital. Organisasasi saat ini berkompetisi menciptakan bisnis model yang benar-benar bisa menjawab tantangan ke depan. Kebanyakan kegagalan perusahaan start-ups dan perusahaan teknologi disebabkan kegagalan menciptakan bisnis model yang sesuai dengan kompetisi saat itu (The Economist, 2019). Ke depan persaingan penciptaan model bisnis merupakan kompetisi yang perlu dipersiapkan setiap korporasi (The Economist, 2019). Kelima: Budaya Digital merupakan yang mutlak dipahami para founder atau CEO perusahaan untuk menuju being digital. Terakhir Bab 6 merupakan implementasi transformasi digital pada industri sawit di Indonesia. Karena industry sawit merupakan penghasil devisa nomor 1 di luar minyak dan gas. Sehingga kita perlu lebih fokus mengelola industri ini agar bisa menjadi price maker. Indonesia selama ini adalah price taker dalam bisnis sawit.
Ray Kurzweil (2005) memprediksi singularity akan terjadi sekitar 2035, sesuai dengan hukum revolusi teknologi “The Law of Accelerating Returns” yaitu hukum yang mendukung percepatan penyebaran teknologi dan pemakaiannya. The Law of Accelerating Returns berarti pada awal pengembangan teknologi terlihat proses teknologi sangat linear namun dalam proses berikutnya akan berlangsung secara cepat berciri non-linear dan berbelok belok. Kita diajak mengubah paradigm lama (old paradigm) yang berpikir secara linear menjadi berpikir dengan paradigm baru (new paradigm) yang bersifat non-linear.
Dalam pengertian teknis, ‘Singularitas” adalah status di mana manusia tidak lagi diperlukan untuk meningkatkan komputer, sistem telekomunikasi atau robot. Mesin dan sistem ini akan memprogram ulang sendiri. Manusia tidak akan dapat memahami bagaimana semuanya itu benar-benar bekerja, tetapi ia bekerja sendiri. Realisasi Singularity diramalkan memuncak oleh Ray Kurzweil sekitar tahun 2035. Hal ini dipicu dengan perkembangan ‘Internet of Things’ yang cepat dalam kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan big data yang mempersingkat waktu untuk terjadinya singularity
Sebagian besar dari kita masih berpikir seolah-olah masa depan akan menjadi ekstrapolasi linear (a linear extrapolation) masa kini, seperti jalan lurus panjang yang membentang di cakrawala. Sikap keteraturan ini berakar pada gagasan kita yang dapat diprediksi secara budaya lama (old culture) tentang prediktibilitas dan kontrol (predictability and control). Kebanyakan dari kita berpendapat bahwa pandangan dunia kita saat ini telah dibentuk selama ber abadabad oleh persepsi realitis Newton, dimana permulaan tampak linear, berkelanjutan, dan sampai batas tertentu yang dapat diprediksi. Padahal masa depan kita penuh dengan berbagai disrupsi yang tidak dapat kita duga, bahkan tidak dapat kita pahami dalam waktu yang singkat.
Hal yang perlu dipahami untuk menyongsong dan meraih Revolusi Industri 4.0, bahwa fokus utamanya bukan “teknologi” (teknologi hanya alat/tools), tetapi “system” yang dibangun oleh para pemikir-pemikir di perusahaan/organisasi memerlukan pemikiran-pemikiran dari para ahli, bagaimana selayaknya sistem peningkatan produktivitas dan efisiensi ditingkatkan serta pelayanan yang terbaik dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman, agar bisa kita songsong dan raih Revolusi Industri 4.0. Teknologi hanya mentransformasi system yang ada ke dalam bentuk digital. Transformasi digital dapat mempermudah peningkatan produktivitas, efisiensi, dan tidak mungkin kita lepaskan lagi, karena kita benar-benar sudah bersentuhan dengan teknologi ini. Transformasi digital tidak mungkin mundur lagi. Mari kita songsong dan raih peluang ini dengan baik. Semoga bermanfaat!

